Selasa, 13 Juni 2017

Ngaji Arbain Nawawi Online

Ngaji Arbain Nawawi Online

(Ditulis oleh Gus Ma'mun pengasuh PP Al-Falah Jember)

Mungkin Engkau penasaran mengapa Nabi menganggap penting urusan lapar ini dan mungkinkah ada korelasi antara lapar dengan jalan menuju akhirat. Maka ketahuilah lapar itu memiliki banyak manfaat. Akan tetapi intinya bisa dikembalikan pada 7 manfaat pokok:
(a) Menyucikan hati dan menajamkan mata batin. Sebab, kenyang akan menimbulkan kebodohan dan membutakan hati. Nabi bersabda, "Orang yang perutnya lapar akan besar kemampuan berpikirnya dan akan cerdas hatinya." Dan sudah jelas bahwa kunci kebahagiaan adalah pengetahuan-batin (ma'rifah). Dan makrifat tidak bisa diraih kecuali oleh kesucian hati. Karena alasan inilah lapar disebut "mengetuk pintu surga."
(b) Melembutkan hati agar dapat merasakan nikmatnya munajat dan tersentuh oleh zikir dan ibadah. Al-Junaid berkata, "Sisakanlah ruang kosong di antara hati dan diri dari makanan." Maksudnya adalah agar kita bisa merasakan manisnya munajat. Dan sudah jelas pula bahwa keadaan-keadaan hati seperti perasaan takut dan cemas, kelembutan hati, munajat, dan kehancuran ego di hadapan Tuhan termasuk kunci pintu surga. Namun, makrifat masih di atasnya. Dan lapar akan "mengetuk pintu" ini.
(c) Menundukkan ego dan membuang kesombongan dan tinggi hati. Tidak ada yang mampu menghancurkan ego seperti rasa lapar. Sementara tinggi hati membuat orang lupa kepada Allah dan ini merupakan pintu menuju neraka dan kesengsaraan, lapar mengunci pintu ini. Dan dengan terkuncinya pintu kesengsaraan terbukalah pintu kebahagiaan. Karena alasan ini, ketika Nabi ditawari dunia, beliau menjawab, ""Tidak. Biarlah aku lapar pada suatu hari dan kenyang pada hari yang lain. Sehingga bila aku lapar aku bisa sabar dan merendahkan diri, dan bila aku kenyang aku bisa bersyukur."
(d) Penderitaan merupakan salah satu pintu surga. Sebab, dengannya orang bisa merasakan pedihnya siksa. Dan melaluinya meningkatlah rasa takut kepada siksa akhirat. Dan manusia tidak akan mampu menyiksa dirinya dengan tindakan yang setara dengan rasa lapar. Apalagi, lapar tidak membutuhkan usaha yang berat.
(e) Yang paling utama adalah menghancurkan hawa nafsu dan hasrat untuk bermaksiat. 'Ali ibn Abi Thalib berkata, "Aku tidak pernah kenyang. Sebab, kalau aku kenyang, akan tumbuh dalam hatiku hasrat untuk bermaksiat." 'A'isyah berkata, "Bidah pertama setelah Nabi meninggal adalah kenyang. Dan bila perut anak-anak bangsa kenyang, jiwa mereka akan segera berlari menuju dunia."
(f) Membuat tubuh enteng untuk bertahajud dan beribadah, dan menghilangkan kantuk yang menghalangi kita dari ibadah. Sebab, modal kebahagiaan adalah umur sedangkan tidur mengurangi umur. Sebab, tidur menghalangi kita dari ibadah, dan akarnya adalah banyak makan.
Abu Sulaiman ad-Darani berkata, "Orang yang kenyang akan didatangi enam penyakit: (i) tidak bisa merasakan manisnya ibadah, (ii) tidak mampu mengingat pengetahuan, (iii) kehilangan rasa kasih kepada sesama makhluk, sebab ketika ia kenyang ia merasa manusia yang lain juga kenyang, (iv) berat untuk beribadah, (v) bertambahnya hawa nafsu, dan (vi) ia sibuk keluar masuk kamar kecil ketika orang-orang sibuk keluar masuk masjid."
(g) Membuat orang puas dengan bekal hidup dan kekayaan yang sedikit. Ia akan secara suka rela memilih hidup miskin. Sebab, orang yang terbebas dari rakus makan tidak membutuhkan harta yang banyak. Maka hilanglah darinya keinginan untuk menumpuk kekayaan.

BAB DUSTA

Ketahuilah bahwa dusta itu haram di manapun dan kapanpun, kecuali karena darurat. Pernah seorang perempuan memanggil anaknya yang masih kecil, "Nak, ayo kemari! Aku punya sesuatu buatmu." Nabi langsung bertanya, "Memangnya Kau akan memberi dia apa?" Perempuan itu menjawab, "Kurma." Nabi bersabda, "Bila Engkau tidak memberinya kurma, Engkau akan dicatat sebagai pembohong."
Nabi memperbolehkan dusta hanya bila kejujuran mnimbulkan bahaya yang lebih fatal daripada dusta. Dalam kasus demikian, dusta diperbolehkan seperti bangkai boleh dimakan bila kita berisiko kehilangan nyawa kalau kita tidak memakannya. Ummu Kultsum berkata, "Rasulullah memperkenankan dusta hanya dalam tiga kesempatan: (i) seseorang yang sedang ingin merukunkan [kedua saudaranya], (ii) orang yang berada dalam kecamuk perang, dan (iii) suami yang sedang berbicara dengan istrinya."
Batasan hadis ini bisa diperluas pada kasus-kasus lain yang semakna. Misalnya, orang yang sedang menyembunyikan hartanya dari perampok, orang yang berusaha menutupi rahasia sahabatnya, atau menutupi maksiat yang ia lakukan sendiri. Sebab, terang-terangan memamerkan kemaksiatan adalah haram. Semuanya harus didasarkan pada niat untuk mencegah keburukan, bukan untuk menarik manfaat, umpamanya agar bertambah kaya atau naik pangkat.
Kalau kita tidak bisa menghindari dusta, cobalah gunakan kata-kata bersayap sebisa mungkin. Agar kita tidak terbiasa berdusta. Ibrahim ibn Adham bila kedatangan tamu yang hendak ia hindari biasanya berkata kepada pembantunya, "Bilang saja pada tamu itu, 'cobalah cari Ibrahim di masjid'!" Asy-Sya'bi menggambar lingkaran kecil di samping pintu rumahnya. Bila ia kedatangan tamu yang tidak ia kehendaki, biasanya pembantunya berkata pada sang tamu, sambil menunjuk ke lingkaran di lantai, "Dia nggak ada di sini sekarang."

 Pertengkaran dan Perdebatan

Pertengkaran dan perdebatan. Nabi bersabda, "Barang siapa meninggalkan perdebatan biarpun ia benar, Allah akan membangun buatnya rumah di surga tertinggi. Dan barang siapa meninggalkan perdebatan ketika ia salah, Allah akan membangun buatnya rumah di pinggiran surga." Alasan bagi hal ini adalah karena meninggalkan perdebatan ketika kita benar adalah berat tantangannya. Beliau juga bersabda, "Seorang hamba belum menyempurnakan hakikat keimanan hingga ia meninggalkan perdebatan ketika ia benar."
Definisi perdebatan adalah membantah pendapat orang lain dengan memperlihatkan kelemahannya, misalnya dalam kalimat atau substansi yang disampaikan. Motivasinya adalah hasrat untuk menampilkan kelebihan diri kita di atas orang lain. Penyebabnya adalah hati yang kotor atau dorongan hewani untuk menjatuhkan atau menghancurkan harga diri orang lain. Pertengkaran atau perdebatan menjadi alat untuk menyalurkan kedua dorongan hati yang kotor ini. Maka, bila kita mendengarkan kebenaran sepatutnya kita membenarkan. Dan bila mendengarkan opini yang salah, kita sebaiknya diam saja. Terkecuali bila bantahan kita ada manfaatnya dari segi akhlak. Dan kita menyampaikan pendapat kita dengan lembut dan santun.

BAB PUJIAN

Pujian. Dalam kebiasaan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan dan para pemuja dunia, memuji orang-orang kaya atau yang berkuasa sudah lumrah dalam acara-acara seremonial yang mereka lakukan. Kebiasaan seperti ini mengandung 6 bahaya. 4 bagi orang yang memuji, dan 2 bagi orang yang dipuji.
Orang yang memuji terkadang (i) berbicara berlebihan sehingga ia mengungkapkan sesuatu yang sesungguhnya tidak benar. Maka ia telah berbohong. Atau ia (ii) mengklaim sesuatu yang tidak ia yakini. Maka ia menjadi munafik. Atau ia (iii) mengatakan sesuatu yang tidak benar-benar ia ketahui. Maka ia telah berbicara sembarangan. Atau ia (iv) hanya ingin menyenangkan penguasa. Padahal ia zalim. Maka ia bermaksiat karena telah membuat penguasa zalim bahagia.
Orang yang dipuji berisiko (i) menjadi sombong dan besar kepala karena dipuji. Padahal kedua perangai ini akan mencelakakannya di akhirat. Karena alasan ini, Nabi menegur, "Engkau telah memenggal kepala saudaramu," ketika mendengar seorang Sahabat memuji seseorang di hadapan beliau. (ii) Pujian membuatnya cepat berpuas diri dan malas bekerja. Kata Nabi pula, "Diancam dengan pisau terhunus oleh orang lain lebih baik daripada menerima pujian."
Namun, bila orang yang memuji maupun dipuji sama-sama selamat dari keenam bahaya di atas, pujian tidaklah bermasalah buat mereka. Malah mungkin dianjurkan. Nabi, misalnya, memuji Abu Bakr dengan menyatakan, "Seandainya keimanan Abu Bakr dibandingkan dengan keimanan seluruh alam, ia tetap akan unggul." Nabi juga bersabda, "Seandainya aku tidak diutus [sebagai nabi], Allah pasti akan mengutus Engkau, Umar." Ini karena beliau sudah paham bahwa pujian beliau tidak akan menimbulkan kepongahan kepada mereka.

Dengki

Dengki. Nabi bersabda, "Kedengkian memusnahkan kebaikan seperti api membakar kayu bakar." Beliau juga bersabda, "Tiga hal yang tidak seorang pun bisa lolos darinya: prasangka, kebiasaan meramal, dan kedengkian. Akan kuberikan jalan keluar dari ketiganya: jika Engkau berprasangka, jangan benarkan! Jika Engkau merasa melihat pertanda buruk, abaikan! Jika Engkau dengki, jangan turuti!" Beliau bersabda, "Penyakit umat-umat terdahului telah menjangkiti Kalian. Yaitu kedengkian dan kebencian." Nabi Zakariya menuturkan firman Allah, "Orang yang dengki memusuhi nikmat-Ku, marah terhadap takdir-Ku, dan tidak puas terhadap pembagian rizki yang telah kutetapkan untuk hamba-hamba-Ku."
Ketahuilah bahwa dengki itu haram. Dengki terjadi bila Engkau berharap agar kenikmatan yang dimiliki oleh orang lain lepas darinya, atau Engkau berharap orang tersebut ditimpa musibah saja. Sebaliknya, bila Engkau ingin mendapatkan kenikmatan yang sama seperti yang dimiliki oleh orang lain, tapi Engkau tidak berharap orang tersebut kehilangan kenikmatan tersebut, ini disebut munafasah. Dan tidak haram. Bila Engkau berharap kenikmatan yang digunakan oleh empunya untuk kezaliman dan maksiat lenyap saja darinya, itu juga tidak haram. Karena yang Engkau harapkan bukan lepasnya kenikmatan darinya, tapi hilangnya kezaliman.

BAB AMARAH

Amarah. Ketahuilah bahwa amarah merupakan nyala api yang diambil dari neraka Allah, yang membakar hingga ke dalam kepala. Barang siapa dikuasai amarah, maka ia telah mendekati urat setan, karena ia adalah makhluk yang terbuat dari api. Karena alasan ini, mengendalikan amarah itu sangat penting dalam agama. Nabi bersabda, "Orang yang hebat itu bukan dia yang pandai bergulat. Orang yang hebat adalah dia yang bisa menguasai dirinya ketika marah." Beliau juga bersabda, "Amarah merusak iman seperti cuka merusak madu." Beliau berkata, "Orang yang marah pasti mendekat ke neraka jahanam."
Seorang lelaki bertanya kepada Nabi, "Bencana apakah yang paling berat?" Beliau menjawab, "Murka Allah." Lelaki itu bertanya, "Apakah yang bisa menyelamatkanku dari murka Allah?" Beliau menjawab, "Jangan marah."
Seseorang berkata kepada Nabi, "Beri aku perintah. Tapi jangan banyak-banyak!" Nabi menjawab, "Jangan marah." Orang itu bertanya lagi, sampai berkali-kali, "Lalu apa?" Beliau selalu menjawab, "Jangan marah."
Mana mungkin amarah itu perkara sepele bila secara fisik ia membuat orang tega melakukan pemukulan, mencaci-maki, dan mengomeli orang lain. Sementara dalam batin ia menumbuhkan perasaan dendam, dengki, hasrat untuk melakukan keburukan, membuka aib orang lain, senang bila orang lain ditimpa musibah dan sedih bila ia mendapat kebahagiaan? Semua ini adalah perangai busuk yang akan mencelakakan kita di akhirat.

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon